Category: Dari ulama


Ustadz, apa hukumnya memakai kontak lens berwarna untuk mendapatkan mata yang lebih indah, apakah sama dengan menyambung rambut atau sama dengan memakai make-up

Jawaban :

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Inti jawabannya bahwa pada hakikatnya pemakaian kontak lens itu dibolehkan, walaupun tujuannya untuk kecantikan atau memperbaiki penampilan. Namun hukumnya akan berubah sesuai dengan keadaannya yang mengikutinya.

Melihat sebuah ketulusan

Baca lebih lanjut

ان الحمد لله الذى أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله. أرسله بشيرا ونذيرا وداعيا الى الله باذنه وسراجا منيرا. أشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له. شهادة اعدها للقائه ذخرأ. واشهد ان محمدا عبده و رسوله. ارفع البرية قدرا. اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه وسلم تسليما كثيرا. أما بعد. فياأيها الناس اتقوالله حق تقاته ولاتموتن الا وأنتم مسلمون.


Ma’asyiral Musilimin Rahimakumullah
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah Yang Maha Indah yang ke-indahannya tak pernah menyusut walau dibagi kepada seluruh warga jagad raya. Keindahan inilah yang membuat manusia betah berada di dunia dan enggan meninggalkannya. Semoga kita semua senantiasa diberi kesadaran bahwa keindahan di dunia ini hanyalah sementara. Dan tidak menjadikanya sebagai orientasi dan tujuan dalam hidup ini اللهم لا تجعل الدنيا أكبر همي ولا مبلغ علمي

Hadirin Jamaa’ah Jum’ah yang dirahmati Allah Baca lebih lanjut


Apa hukumnya puasa enam hari bulan Syawal?

Puasa enam hari bulan Syawal selepas mengerjakan puasa wajib bulan Ramadhan adalah amalan sunnat yang dianjurkan bukan wajib. Seorang muslim dianjurkan mengerjakan puasa enam hari bulan Syawal. Banyak sekali keutamaan dan pahala yang besar bagi puasa ini. Diantaranya, barangsiapa yang mengerjakannya niscaya dituliskan baginya puasa satu tahun penuh (jika ia berpuasa pada bulan Ramadhan). Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih dari Abu Ayyub Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh.”
(H.R Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah) Baca lebih lanjut

Ibnul Qoyyim berkata dalam kitab ad-Da’ wad-Dawa’(penyakit dan obatnya) mengatakan:

“Pandangan adalah anak panah Iblis yang beracun. Barangsiapa melepaskan pandangannya maka akan menyesal selamanya. Dalam menahan pandangan ada beberapa manfaat, diantaranya:

Bahwasannya menahan pandangan merupakan kepatuhan pada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang ini merupakan puncak kebahagiaan hamba di dunia dan akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠)

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. (An-Nur: 30) Baca lebih lanjut

Setiap perbuatan manusia bisa bernilai ibadah jika persyaratannya dipenuhi (muslim, ikhlas, dan sesuai yang Nabi SAW contohkan). Salah satu syarat tersebut adalah ikhlas, lalu apa yang dimaksud dengan ikhlas?

Pembahasan

Secara bahasa, niat berarti ‘sengaja’ atau ‘sesuatu yang dimaksudkan’ atau ‘tujuan dari keinginan’. Sementara ikhlas berasal dari kata khalasha yang maknanya ialah kemurnian, kejernihan, atau hilangnya segala sesuatu yang mengotori. Sehingga secara istilah syara’, ikhlas adalah membersihkan niat dalam beribadah semata-mata hanya karena Allah.

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5) Baca lebih lanjut

NIKMAT LIDAH
Sesungguhnya Allah Ta`ala telah menganugerahkan kepada manusia nikmat yang sangat banyak dan besar. Di antara nikmat Allah yang terbesar, setelah nikmat iman dan Islam, ialah nikmat berbicara dengan lidah, nikmat kemampuan menjelaskan isi hati dan kehendak.

Allah Ta`ala berfirman:

“Allah yang Maha pemurah. Yang telah mengajarkan Al-Qur`aan. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara” [Ar-Rahmân/55:1-4]

Penciptaan manusia dan pengajaran berbicara kepadanya benar-benar merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah yang besar. Oleh karena itulah, Allah juga menyebutkan nikmat-Nya tentang penciptaan alat-alat berbicara bagi manusia.

Allah berfirman:

“Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir”. [Al-Balad/90:8-9] [1]

LIDAH, SENJATA BERMATA DUA
Meski lidah merupakan nikmat yang besar, namun kita perlu mengetahui, bahwasanya lidah yang berfungsi untuk berbicara ini seperti senjata bermata dua. Yaitu dapat digunakan untuk taat kepada Allah, dan juga dapat digunakan untuk memperturutkan setan.

Jika seorang hamba mempergunakan lidahnya untuk membaca Al-Qur`ân, berdzikir, berdoa kepada Allah, untuk amar ma`ruf, nahi munkar, atau untuk lainnya yang berupa ketaatan kepada Allah, maka inilah yang dituntut dari seorang mukmin, dan ini merupakan perwujudan syukur kepada Allah terhadap nikmat lidah.

Sebaliknya, jika seseorang mempergunakan lidahnya untuk berdoa kepada selain Allah, berdusta, bersaksi palsu, melakukan ghibah, namimah, memecah belah umat Islam, merusak kehormatan seorang muslim, bernyanyi dengan lagu-lagu maksiat, atau lainnya yang berupa ketaatan kepada setan, maka ini diharamkan atas seorang mukmin, dan merupakan kekufuran kepada Allah terhadap nikmat lidah.[2]

Dengan demikian, lidah manusia itu bisa menjadi faktor yang bisa mengangkat derajat seorang hamba di sisi Allah, namun juga bisa menyebabkan kecelakaan yang besar bagi pemiliknya.

Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ

“Sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang termasuk keridhaan Allah, dia tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu Allah menaikkannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang termasuk kemurkaan Allah, dia tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka Jahannam”. [HR al-Bukhâri, no. 6478] Baca lebih lanjut

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Oleh
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Mukaddimah
Virus hati yang bernama cinta ternyata telah banyak memakan korban. Mungkin anda pernah mendengar seorang remaja yang nekat bunuh diri disebabkan putus cinta, atau tertolak cintanya. Atau anda pernah mendengar kisah Qeis yang tergila-gila kepada Laila. Kisah cinta yang bermula sejak mereka bersama mengembala domba ketika kecil hingga dewasa. Akhirnya sungguh tragis, Qeis benar-benar menjadi gila ketika laila dipersunting oleh pria lain. Apakah anda pernah mengalami problema seperti ini atau sedang mengalaminya? mau tau terapinya? Mari sama-sama kita simak terapi mujarab yang disampaikan Ibnu Qoyyim dalam karya besarnya Zadul Ma’ad.

Beliau berkata : Gejolak cinta adalah jenis penyakit hati yang memerlukan penanganan khusus disebabkan perbedaannya dengan jenis penyakit lain dari segi bentuk, sebab maupun terapinya. Jika telah menggerogoti kesucian hati manusia dan mengakar di dalam hati, sulit bagi para dokter mencarikan obat penawarnya dan penderitanya sulit disembuhkan. Baca lebih lanjut

Perempuan yang baik adalah yang bagus agamanya, yang dimaksud ‘agamanya’ adalah agama dalam hati bukan dalam penampilan. Pertanyaan, “Berarti lebih bagus perempuan tidak berkerudung tapi baik kelakuannya (beragama) daripada perempuan berkerudung yang tidak beragama (tidak baik kelakuannya)? Jawab: “Yang lebih bagus adalah perempuan yang berkerudung dan beragama sekaligus.”

Kenapa?

Realitas memperlihatkan kepada kita bahwa perempuan berkerudung lebih banyak yang beragama ketimbang perempuan yang tidak memakai kerudung. Baca lebih lanjut

Penulis: As-Syaikh Abdullah bin Za’li Al-’Anziy

Sesungguhnya diantara hikmah dan rahmat Allah atas hambanya adalah disyariatkannya At-tathowwu’ (ibadah tambahan). Dan dijadikan pada ibadah wajib diiringi dengan adanya at-tathowwu’ dari jenis ibadah yang serupa. Hal itu dikarenakan untuk melengkapi kekurangan yang terdapat pada ibadah wajib.

Dan sesungguhnya at-tathowwu’ di dalam ibadah sholat yang paling utama adalah sunnah rawatib. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa mengerjakannya dan tidak pernah sekalipun meninggalkannya dalam keadaan mukim (tidak bepergian jauh).

Mengingat pentingnya ibadah ini, serta dikerjakannya secara berulang-ulang sebagaimana sholat fardhu, sehingga saya (penulis) ingin menjelaskan sebagian dari hukum-hukum sholat rawatib secara ringkas:

1. Keutamaan Sholat Rawatib

Ummu Habibah radiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang keutamaan sholat sunnah rawatib, dia berkata: saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang sholat dua belas rakaat pada siang dan malam, maka akan dibangunkan baginya rumah di surga”. Ummu Habibah berkata: saya tidak pernah meninggalkan sholat sunnah rawatib semenjak mendengar hadits tersebut. ‘Anbasah berkata: Maka saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari Ummu Habibah. ‘Amru bin Aus berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Ansabah. An-Nu’am bin Salim berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Amru bin Aus. (HR. Muslim no. 728)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan sebuah hadits tentang sholat sunnah rawatib sebelum (qobliyah) shubuh, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Dua rakaat sebelum shubuh lebih baik dari dunia dan seisinya”. Dalam riwayat yang lain, “Dua raka’at sebelum shubuh lebih aku cintai daripada dunia seisinya” (HR. Muslim no. 725)

Adapun sholat sunnah sebelum shubuh ini merupakan yang paling utama di antara sholat sunnah rawatib dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya baik ketika mukim (tidak berpegian) maupun dalam keadaan safar.

Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan tentang keutamaan rawatib dzuhur, dia berkata: saya mendengar rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menjaga (sholat) empat rakaat sebelum dzuhur dan empat rakaat sesudahnya, Allah haramkan baginya api neraka”. (HR. Ahmad 6/325, Abu Dawud no. 1269, At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’i no. 1814, Ibnu Majah no. 1160) Baca lebih lanjut

Menghidupkan sifat Rendah Hati (Tawaddu’) danMenghilangkan Sifat Sombong (Takabbur)

“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku.”

(Al-A’raf : 146).
Takabbur atau sombong adalah lawan kata dari tawaddu’ atau rendah hati. Dan merupakan salah satu jenis penyakit hati yang telah memakan banyak korban seperti : Raja Fir’aun dan bala tentaranya, Namrud ,Abu Jahal dan Abu lahab, kaum Yahudi dan masih banyak contoh lagi.Menurut tata bahasa Takabbur semakna dengan ta’azhzum, yakni menampak-nampakkan keagungan dankebesarannya, merasa agung dan besar. Penyusun kamus Lisanul Arab mengatakan “takabbur dan istikbar ialah ta’azhzum, merasa besar dan menampak-nampakkan kebesarannya (sombong).” Perbedaan antaratakabbur, ujub dan ghurur adalah bahwa ujub itu mengagumi atau membanggakan diri dari segala seuatuyang timbul darinya, baik berupa perkataan maupun perbuatan tapi tidak merendahkan dan meremehkanorang lain.Ghurur adalah sikap ujub yang ditambah sikap meremehkan dan menganggap kecil apa yang timbul dariorang lain tapi tidak merendahkan orang lain. Rasullullah
r
bersabda yang artinya
“Tidaklah masuk surga orang yang didalam hatinya ada penyakit kibr (takabbur) meskipun hanya seberat dzarroh.”
Kemudian ada seorang laki-laki berkata :
“Sesungguhnya seseorang itu suka pakaiannya bagus dan sandal (sepatunya) bagus.”
Beliau menjawab,
“Sesungguhnya Allah itu indah danmenyukai keindahan. Kibr (takabbur atau sombong) itu ialah menolak kebenaran dan merendahkanorang lain.”

(HR. Muslim).
Sebab-sebab Takabur
1.
Rusaknya penilaian dan tolak ukur kemuliaan manusia
.Diantara factor yang menyebabkan timbulnya takabbur ialah terjadinya nilai dan cara pandangmanusia yang rusak. Mereka memandang mulia dan hormat kepada orang-orang yang kaya harta,meskipun dia itu ahli maksiat dan menjauhi manhaj dan aturan Allah
I
. Orang yang hidup dalamkondisi seperti ini sudah barang tentu akan begitu mudah sombong, merendahkan dan meremehkanorang lain, kecuali orang yang dirahmati Allah
I
.Allah berfirman yang artinya:
“Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu(berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaika kepada mereka ? Tidak, sebenarnyamereka tidak sadar.”

(Al-Mu’minun : 55-56)
“Dan mereka berkata: “Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (dari pada kamu) dankami sekali-kali tidak akan diadzab. Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rizki bagi siapa yang dikehandi-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang di kehendaki-Nya), akan tetapikebanyakan manusia tidak mengetahui. Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan pula anak-anak kamu yang mendekatkatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman danmengerjakan amal-amal sholeh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat gandadisebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa ditempat-tempat yang tinggi(dalam surga).”

(Saba’: 35-37)
2.
Membandingkan nikmat yang diperolehnya dengan yang diperoleh orang lain denganmelupakan Pemberi nikmat.
Karena hikmah yang hanya diketahui Allah sendiri, Dia memberikan nikmat secara berbeda-bedaantara sebagian orang dan sebagian yang lain. Sebagimana firman Allah
I
yang artinya
“Dan berikanlah kepada mereka (orang-orang mukmin dan orang-orang kafir) sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua
buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antarakedua kebun itu Kami buatkan ladang.”
(Al-Kahfi: 32)
“Dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika iabercakap-cakap dengan dia: ‘Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikut-pengikutku lebihkuat.'”
(Al-Kahfi: 34)

3.Sikap tawadhu’ orang lain yang berlebihan.
Kadang-kadang ada sebagian orang yang bersikap tawadhu’ secara berlebihan hingga tidak mau berhias dan mengenakan pakaian yang bagus, tidak peduli terhadap orang lain, bahkan tidak mautampil ke depan untuk memikul amanat dan tanggung jawab. Sikap yang demikian ini kadang-kadangmenimbulkan kesan negatif pada sebagian orang yang melihatnya, yang tidak mengetahui hakekatmasalah sebenarnya. Lalu syaitan membisikkan ke dalam hatinya bahwa orang tersebut tidak menghias diri, tidak mengenakan pakaian bagus, dan tidak pernah tampil ke dalam mengurusi urusanumat adalah semata-mata karena miskin dan tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan tugasdan tanggung jawab. Anggapannya ini kemudian berkembang dengan memandang orang tersebutdengan pandangan rendah dan hina, dan sebaliknya menganggap dirinya lebih besar dan lebih agung.Inilah dia penyakit Takabur telah muncul. AlQur’an dan As-Sunnah telah mengantisipasi masalah ini.Karena itu disuruhnya manusia menampakkan nikmat yang diberikan Allah kepadanya.
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).”
(Adh-Dhuhaa : 11)
Sabda Nabi
r

,
“Sesungguhnya Allah itu bagus dan menyukai keindahan.”
(HR Muslim).
Para Salaf mengerti betul akan hal ini, karena itu mereka sangat antusias menceritakan nikmat-nikmatyang diberikan Allah kepada mereka (dengan penuh rasa syukur, bukan sombong) dan mencela orangyang melalaikan hal ini. Al-Hasan bin Ali Radhiyallahu’anhu berkata:
“Bila engkau memperolehkebaikan atau melakukan kebaikan, maka ceritakanlah kepada orang yang dapat dipercaya dariantara teman-temanmu.”
(Al-Qurtubi, Al-Jami’Li Ahkamil Qur’an )
4.Mengira nikmat yang diperolehnya akan kekal dan tidak akan lenyap.
Firaman Allah
I
yang artinya :
“Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: ‘Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya.’ Dan aku tidak mengirahari kiamat itu akan datang, dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akanmendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu.”
(Al-Kahfi : 35-36)

5.Karena mengungguli yang lain dalam memperoleh keutamaan.
Adakalanya yang memicu takabbur bagi seseorang ialah karena lebih unggul dari pada yang laindalam keutamaan. Atau lebih banyak melakukan keutamaan-keutamaan, misalnya dalam bidang ilmu,dakwah, jihad, pendidikan dll. Keunggulan semata-mata tidak ada artinya di hadapan Allah
I
kalautidak disertai dengan keikhlasan dan kejujuran.
(Al-Hasyr : 8-10)

6.Melupakan akibat buruk takabbur. Baca lebih lanjut