Seorang sosiolog terkenal, David McClelland pernah berkata, bahwa suatu negara dapat menjadi makmur apabila jumlah entrepreneurnya paling sedikit 2% dari total penduduk keseluruhan. Pada tahun 2001 saja, Singapura telah memiliki entrepreneur sebanyak 2.1% dan telah meningkat menjadi 7.2% pada tahun ini. Sedangkan, total entrepreneur di Indonesia baru 0.18% dari jumlah penduduk atau sekitar 400.000-an jiwa. Masih merupakan sebuah jalan yang panjang untuk mencapai target ideal yang dimaksud.

Berbicara mengenai entrepreneur, kita berbicara mengenai mereka-mereka yang memiliki daya kreasi dan inovasi tinggi untuk menciptakan kesempatan berharga dari suatu hal yang sering dipandang tidak bernilai. Berani mengambil resiko dari setiap tindakan, tanggap terhadap perubahan, tidak mudah menyerah, tidak takut rugi dan belajar dari kesalahan namun takut bila hidup hanya menjadi beban dan diam saja tanpa berusaha menyongsong perubahan. Itulah mengapa David McClelland dapat berkata bahwa entrepreneur adalah sosok yang mampu membawa kemakmuran bagi negaranya.

Indonesia sebenarnya dapat cukup berbangga. Semakin banyak entrepreneur muda Indonesia yang masuk dalam nominasi Business Week Asia’s Best Young Entrepreneurs 2009. Dari 25 orang yang terpilih di Asia, tahun ini Indonesia berhasil menempatkan 9 entrepreneur muda terbaik yang berusia di bawah 35 tahun. Sungguh sebuah hal yang patut diapresiasi dan semoga merupakan sebuah indikasi positif perkembangan entrepreneur di Indonesia.

Para entrepreneur muda tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Andina Nabila Irvani (19 tahun)

Mahasiswa Universitas Bina Nusantara yang menekuni usaha sepatu, baju, dan tas lukis dengan merek usaha Spotlight bersama saudara perempuannya Nerissa Arviana.

2. Antonius Dian Adhy Feryanto (30 tahun)

Pada tahun 2006, Feryanto dan beberapa rekannya membangun PT Pavettia Atsiri Indonesia (PAI), sebuah usaha yang mampu mengubah bahan-bahan mentah dari alam menjadi produk komersial, yakni minyak.

3. Aziz Setyawijaya (19 tahun)

Aziz mendirikan Nomaden Experintal Artworks, sebuah usaha yang berkaitan dengan fotografi, pada tahun 2008. Dalam beberapa bulan, Nomaden berhasil meraup pemasukan sebanyak $7000.

4. Goris Mustaqim (26 tahun)

Goris membantu anak-anak muda untuk mewujudkan ide-ide bisnis mereka menjadi rencana kerja yang nyata. Pada tahun 2006, Goris mendirikan Yayasan Asgar Muda yang menyemangati para pemuda untuk dapat terlibat aktif dalam isu pendidikan dan budaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Ia juga mendirikan PT. Resultan Nusantara.

5. Iim Fachima Jachja (31 tahun)

Virus Communications adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang online marketing consulting. Virus didirikan pada tahun 2006 oleh Iim Fahima dan suaminya, Adhitia Sofyan. Dalam waktu 3 tahun, perusahaan tersebut berhasil melakukan lompatan yang besar dalam bisnis dan telah meng-handle lebih dari 10 klien ternama, seperti Hewlett Packard, Toyota, Auto 2000, Telkom, XL, Smart Telco, Lippo Group, Tupperware, dan Sosro.

6. Malariantika Yulianggi (19 tahun)

Malariantika mendirikan sebuah usaha kuliner bernama Shoyu Pia Cake, makanan yang berbasis bahan dasar singkong.

7. Oscar Lawalata (32 tahun)

Oscar Lawalata adalah seorang fashion designer. Bulan Februari yang lalu, ia berhasil memenangkan British Council’s International Young Creative Entrepreneur (IYCE) Fashion Award 2009 di London’s Fashion Week.

8. Roihatul Jannah (30 tahun)

Roihatul mendirikan sebuah usaha bernama Helmiat Bonceng Bocah (HBB). Produk HBB ditujukan sebagai alat pengaman ketika orang tua memboncengkan anak-anaknya dengan menggunakan motor.

9. Wahyu Aditya (29 tahun)

Wahyu mendirikan HelloMotion School pada umur 24 tahun. HelloMotion School merupakan sebuah sekolah di bidang film dan animasi. Wahyu pernah menjadi finalis nasional untuk ajang IYCEY Design Award 2006, pemenang IYCEY Design and Screen Award 2007, juga menjadi orang Indonesia pertama dan termuda yang dianugerahi gelar British Council’s International Young Screen Entrepreneur of the Year.

“Segala sesuatu yang dilakukan dengan perjuangan dan atas nama Allah SWT, Insya Allah akan terwujud. Maka jangan sia-siakan hidup kita untuk segala sesuatu yang tidak berguna,”Malariantika Yulianggi, founder of Shoyu Pia Cake

Malariantika Yulianggi (19) atau Anggi, panggilan akrabnya, adalah mahasiswi angkatan 2008, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Di usianya yang masih sangat muda, Anggi sudah memiliki bisnis di bidang pangan. Produknya adalahshoyu pia cake (shoyu adalah singkong dalam bahasa Jepang). Dari modal awal sebesar 1 juta rupiah dan hanya dalam kurun waktu sekitar setahun, Anggi mengembangkan usahanya hingga kini mampu memproduksi sekitar 1000 kue pia dan mencapai omzet sekitar 7 sampai 11 juta rupiah setiap bulannya. Anggi juga merupakan salah satu nominator25 Asia’s Best Young Entrepreneur 2009 versi majalah BusinessWeek.

Memanfaatkan Bahan Lokal
Di tengah penelitiannya tentang bahan makanan lokal, Anggi menyadari bahwa singkong (cassava) belum banyak dimanfaatkan, padahal bahan makanan ini jumlahnya berlimpah di Indonesia dan banyak disukai oleh masyarakatnya. Ia kemudian menciptakanmocaf atau modified cassava flour , sebagai bahan alternatif pengganti tepung terigu, yang Ia gunakan untuk membuat kulit pia. “Jika dibuat dari terigu biasanya kulit pia mudah pecah,” ujarnya. Alasan Anggi membuat kue pia adalah karena makanan ini cukup digemari, cara membuatnya sederhana dan mudah dimodifikasi, serta biaya produksinya murah. “Shoyu pia tersedia dalam dua jenis, yaitu shoyu pia kering dan hot shoyu pia. Shoyu pia merupakan produk dengan berbahan baku lokal yaitu mocaf, umbi bunga dahlia (inulin) dan ipomea batata (ubi jalar),” jelas wanita yang memproduksi shoyu pia di daerah Mertojoyo Malang dan telah memiliki 6 karyawan ini.

Shoyu pia merupakan produk pertama yang Anggi ikutkan dalam sebuah competition business plan sewaktu Ia duduk di bangku kuliah semester 2. “Alhamdulillah itu merupakan kejuaraan pertama saya di bangku kuliah dan sampai saat ini masih bertahan,” tuturnya. Shoyu pia pun sering Ia ikutkan dalam beberapa competition dan reward, serta dijadikan sumber modal, termasuk dalam Shell Live-wire yang diadakan beberapa bulan yang lalu. “Kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan yang telah diberikan kepada kami,” lanjut Anggi.

Tidak Bermaksud Menjadi Entrepreneur
Anggi mengakui awalnya Ia tidak mempunyai maksud untuk terjun ke dunia entrepreneur. Tapi Ia memang sejak lama berkeinginan untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan menolong sesama. Namun setelah terjun menjalaninya, menurutnya dunia entrepreneur adalah dunia yang mengasyikan dan penuh permainan. “Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan sebagai generasi penerus dari dulu saya berkeinginan untuk menolong sesama,” tutur wanita kelahiran 1 Juli 1990 ini. Menurut Anggi, dengan menjadi entrepreneur, apapun ide atau pikiran dapat diwujudkan ke dalam bisnis yang sedang dijalani. Ia juga dapat memiliki kebebasan waktu. Namun, menurutnya seorang entrepreneur harus pintar dalam memanage waktunya. Karena seorang entrepreneur harus meluangkan waktu untuk bisnisnya dalam keadaan apapun. Berikut pendapat Anggi tentang nilai berharga yang Ia petik berdasarkan pengalamannya, “segala sesuatu jika dilakukan dengan perjuangan dan atas nama Allah SWT,Insya Allah akan terwujud. Maka jangan sia-siakan hdup kita untuk segala sesuatu yang tidak berguna. Dan jangan lupa melihat orang di sekeliling kita yang kiranya tidak mempunyai keberuntungan seperti kita,” tutur mahasiswi asal Trenggalek ini.